Agustus 10, 2014

Terukir di Bintang (Yuna)

Jika engkau minta intan permata
Tak mungkin ku mampu
Tapi sayangkan ku capai bintang
Dari langit untukmu
Jika engkau minta satu dunia
Akan aku coba
Ku hanya mampu jadi milikmu
Pastikan kau bahagia
Hati ini bukan milik ku lagi
Seribu tahun pun akan ku nantikan kamu
Sayangku jangan kau persoalkan
Siapa di hatiku
Terukir di bintang
Tak mungkin hilang cintaku padamu
Hati ini bukan milik ku lagi
Seribu tahun pun akan ku nantikan kamu
Sayangku jangan kau persoalkan
Siapa di hatiku
Terukir di bintang
Tak mungkin hilang cintaku padamu
Sayangku jangan kau persoalkan
Siapa di hatiku
Terukir di bintang
Tak mungkin hilang cintaku padamu
Terukir di bintang
Tak mungkin hilang cintaku padamu


---
Lagu ini saya dapat dari teman. Overall saya suka lagunya. Awalnya saya kira penyanyi Indonesia ternyata Malaysian Singer. Ngga kalah lah sama Siti Nurhaliza. Wkwkwk

April 13, 2014

Menuju Pangrango!

Lagi. Saya mencoba menjelajah alam bersama teman-teman AADT. Tujuan kami mungkin tidak terlalu asing bagi pembaca. Ya, gunung Pangrango! Tidak asing bukan? Gunung yang terletak di Bogor, Jawa Barat ini memiliki ketinggian 3019 mdpl. Pangrango terkenal dengan lembah Mandalawanginya. Lembah tersebut merupakan tempat favorit bagi tokoh Soe Hok Gie. Oke, saya tidak akan bercerita tentang sosok Soe Hok Gie. silahkan yahooing sendiri :p Saya hanya akan berbagi sedikit safarnama. Istilah tersebut saya ambil dari buku berjudul “Titik Nol” karya Agustinus Wibowo, yang menurut penulis artinya ialah catatan perjalanan. Oia, saya baru kali pertama ke Pangrango.

Kami berangkat dari terminal Kp. Rambutan pukul 23.30 tanggal 4 April 2014 dan tiba di Cibodas (jl. Labuan – Cianjur) pukul 02.00 keesokan harinya. Dari jalan Labuan - Cianjur, kami harus melanjutkan dengan angkot sekitar 20 – 30 menit. Setiap weekend, angkot banyak yang ngetem untuk mengangkut pendaki ke kebun raya cibodas. Sekali angkut dikenai biaya Rp 5.000,- per kepala. Sebenarnya ongkos di siang hari hanya Rp 3.000,- per kepala. Beruntung kami bersembilan, angkot bisa kami minta untuk langsung jalan tanpa menunggu penuh, biayanya Rp 60.000,- per angkot. Carrier kami tata sedemikian rupa di tengah angkot sedangkan kami duduk di samping jendela. Seperti biasa, kami menuju warung yang berjualan di sekitar Kebun Raya Cibodas. Mereka buka 24 jam. Sepertinya memang diperuntukkan untuk pendaki layaknya kami ini. Sedikit bercengkerama dan kami lelah tertidur di bagian belakang warung yang memang disediakan untuk beristirahat para pendaki. Keesokan paginya kami bangun, sholat subuh, bersih-bersih, re-packing dan tak lupa sarapan untuk mengisi tenaga kami. Kami siap melanjutkan perjalanan. 

Sabtu, 5 April 2014, pukul 08.00 WIB. Kami berangkat dari warung menuju pos pendaftaran (Base Camp) untuk mendaftar ulang. Sebelumnya, salah satu teman kami sudah mengurus SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). Petugas pos menanyakan kelengkapan barang-barang dan logistik kami untuk memastikan keamanan kami selama perjalanan. Pukul 08.30 WIB kami mulai berangkat dari Base Camp. Bismillahirrahmanirrahim! Kami jalan.
Gambar 1. Pos Pendaftaran
Kami tidak sendiri. Dari kuota 300 orang via jalur Cibodas, hampir penuh. Meksi kadang ada beberapa yang batal termasuk di kelompok kami. Selain itu, awal april bertepatan dengan kali pertama Taman Nasional Gunung Pangrango (TNGP) dibuka sehingga bisa dipastikan penuh, ya memang tidak dipungkiri Gn. Gede dan Gn. Pangrango merupakan salah satu destinasi favorit para pendaki. Jalur awal didominasi jalur landai berbatu, diselingi tangga-tangga baik naik maupun turun. Kanan kiri dihiasi pepohonan berukuran kecil sampai besar. Beberapa menit berjalan, ada petunjuk jalan menuju tempat pengamatan burung, ya disini memang ada spesies burung tapi sayangnya saya tidak tau jenis-jenisnya. Maju sedikit (sebenernya ngga sedikit sih), di sebelah kiri jalan yang kami lalui ada sebuah danau yang bisa berganti-ganti warna, tergantung dari algae yang sedang berkembang. Warna air danaunya bisa hijau, merah, biru (kalo ngga salah ya :p). Berhubung keberangkatan kami bertepatan dengan seringnya hujan jadi warna danaunya butek. Lima puluh menit berjalan, kontur jalan yang kami lalui mendadak rendah sehingga pihak TNGP membuatkan jembatan kayu, mungkin sepanjang 150 – 200 m (ini perkiraan saya aja :p). Rumput gajah mendominasi sepanjang jembatan ini dan hamparan rumput ini luas, sekitar 100 – 150 m ke kanan dan ke kiri jembatan. Tinggi jembatan kira-kira 2 m. Tahun lalu jembatan masih berupa kayu, sekarang sudah dilapisi adukan beton. Lumayan memudahkan kaki-kaki untuk melangkah. Di tempat ini pula, bisa dimanfaatkan untuk berfoto ria karena disediakan dua spot khusus. Selesai melewati jembatan, kami sampai di Pos Panyangcangan. Ada sebuah bangunan untuk beristirahat, tidak terlalu luas hanya 4 m x 4 m tetapi cukup untuk berteduh sewaktu hujan. Lima menit dari pos ini ada air terjun Cibodas. Airnya deras, yaiyalah hehe. Kami sudah pernah kesana sebelumnya jadi belum ada rencana untuk berkunjung lagi.
Gambar 2. Pos Panyangcangan
 to be continued ... 

Januari 12, 2014

Kita memang tak sama
hanya beberapa persamaan dan banyak sekali pertidaksamaan
tetapi kita menyikapinya dengan senang hati

Dahulu,
langkah kita serempak
tawa kita superposisi
hati kita menyatu-padu
bahkan mungkin kita satu tubuh, satu jiwa, satu fikiran
saat kau sedih aku lah pelipurmu, begitu sebaliknya
saat kau bahagia aku pasti bahagia
saat kau ingin A, aku pun ingin A
saat aku ingin B, kau pun mengikuti
nyaris tak ada beda, hanya sedikit perselisihan kata
kita bersenang-senang bersama
menyenandungkan suara alam

Kini,
sedikit berbeda
kita terpaut dimensi jarak, ruang dan waktu
perlahan tapi pasti
langkah kita mulai berbelok
tawa kita tak lagi sama
hanya menyisakan hati yang diliputi doa-doa
dan meninggalkan cerita manis di masa lalu
semoga kau bahagia, sehat, selamat, semakin kuat disana
meraih cita, menjejak alam, menembus semesta

Tenang lah, kawan!
Ini memang bukan akhir, hanya awal sesuatu yang baru