Agustus 24, 2008

"Kerjasama"

”Ssstt…liat dong”, ucap seorang mahasiswa dengan lirih saat ujian sedang berlangsung. ”Gue belom!!!”. ”Eh, liyat jawaban lw dong?”, ucapnya lagi. ”belon selese!”, jawabnya. Untuk kali ketiganya ia memberi kode dengan tangan kepada temannya, ”nomor 2…”, lirihnya. Dan seterusnya, hal yang sama pula, di setiap sudut ruangan kelas ujian, siapapun yang imannya tidak kuat, siapapun yang kurang PD, sampai waktu ujian habis. Apa yang mereka lakukan?
Ya, ”Kerjasama”. Itulah fenomena riil yang terjadi di salah satu Fakultas, Universitas paling bergengsi di Indonesia. Hal serupa banyak terjadi di hampir setiap saat ujian dilangsungkan. Dengan catatan, sang Dosen/Pengawas tidak ”Killer”. Meskipun ”killer”, terkadang juga terjadi ”kerjasama” tersebut. Apalagi jika si Dosen/Pengawas ”cuek” saja, mungkin lebih parah lagi ”kerjasama”nya. Bahkan pernah kejadian dan tentu saja nyata, seorang pengawas ujian mempersilahkan peserta ujian untuk melakukan ”kerjasama” dengan syarat tidak boleh menimbulkan kegaduhan. Sungguh ironis bukan??? Jika hal itu terjadi, tentu mereka yang tidak kuat iman segera melancarkan ”aksi” nya tanpa peduli siapapun yang penting finished, sedang mereka yang masih punya kekuatan iman tetap berusaha untuk tidak terjerumus ke jurang setan. Akan tetapi, Apakah sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan sistem pendidikan yang berkeadilan??? Tentu saja bukan. Kasihan mereka yang telah berusaha maksimal untuk mempersiapkan ujian. Lantas, bagaimana sistem pendidikan yang seharusnya??? Jika hal ini dibiarkan terus-menerus akan terjadi berbagai dampak negatif yang merugikan tentunya, misalnya : membuat mahasiswa malas untuk belajar. Dampak negatif lainnya antara lain :
1. Semakin kita tidak mempercayai kemampuan diri sendiri.
Ya, karena kita sudah terbiasa untuk bergantung kepada orang lain. Tanpa kita sadari, sifat itu ter-install dalam diri kita dan sulit bagi kita untuk mematikan sifat tersebut jika kita tidak memiliki kemauan yang kuat untuk itu.
2. Semakin menumpuknya dosa-dosa kita.
Sesuai dengan pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, dosa-dosa yang kita lakukan dari menyontek jika dilakukan terus-menerus akan menjadi bukit dosa. Sungguh hal yang amat menyedihkan.
3. Semakin rendahnya harga diri kita.
Ya, kami yakin kalian telah paham dengan kalimat diatas.
4. Degradasi moral.
Semakin sering kita menyontek berarti kita semakin sering belajar untuk menghalalkan segala cara dalam menyelesaikan sesuatu. Hal tersebut merupakan hal sangat tidak terpuji.
5. Mencoreng nama baik.
Sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga. Peribahasa yang tepat untuk menggambarkan hal dimana kita menyembunyikan perkara jelek/buruk, dalam konteks ini adalah menyontek. Tinggal menunggu waktu saja, kita segera akan mendapat balasan yang setimpal. Ya, nama baik kita akan tercoreng, kemudian keluarga, kemudian instansi, kemudian negara, dan seterusnya.
Dan masih banyak dampak yang lainnya kami yakin kalian sudah paham karena kalian sudah dewasa, bukan anak kecil lagi yang harus dimomong.
Jika dilihat dari perspektif pendidikan itu sendiri, tentu kita dilarang untuk meminta atau memberikan jawaban saat ujian sedang berlangsung. Hal itu jelas melanggar tata tertib ujian karena kami yakin setiap ujian pasti memiliki peraturan yang melarang pesertanya untuk meminta atau memberikan jawabannya saat ujian sedang berlangsung. Jika dilihat dari perspektif Agama, tentu juga tidak diperbolehkan untuk menyontek karena menyontek itu tidak jujur(bohong). Bohong itu adalah perbuatan tercela. Setiap agama pasti tidak memperbolehkan umatnya untuk melakukan perbuatan tercela. Dan dilihat dari perspektif manapun, menyontek itu tidak dibenarkan.
Segala sesuatu di muka bumi ini tentu ada asal muasalnya, ada penyebabnya, ada pemicunya. Begitu pula dengan menyontek, pasti ada banyak alasan/penyebab mengapa sebagian dari mereka menyontek, misalnya : karena belum persiapan, ngga tau kalo ada ujian/ngga tau materi apa yang akan diujiankan, ikut-ikutan temen yang juga nyontek, dan berbagai alasan lainnya, dari alasan yang logis sampai yang tidak logis.
Sebenarnya alasan apapun tidak dapat dijadikan dasar untuk menyontek. Apalagi kalo alasannya itu karena belum siap. Sungguh aneh bin strange. Bukankah biasanya kita diberitahu dulu sebelum ujian dilangsungkan. Meskipun tidak diberitahukan sebelumnya, siap tidak siap kita harus selalu siap. Apakah kita selalu dihadapkan pada hal yang selalu disiapkan terlebih dahulu??? Tentu tidakkan! Contohnya, ketika kita mendapatkan musibah kecelakaan lalulintas secara tiba-tiba, apakah kita mempersiapkan diri untuk kecelakaan tersebut? Ya, intinya kita harus siap dengan segala keadaan, apapun, dimanapun dan kapanpun.
Sungguh sulit sekali untuk menghilangkan culture yang satu ini. Diperlukan usaha ekstra keras untuk menghilangkan culture ini. Setiap stakeholder harus saling bekerjasama untuk mengentaskan hal ini. Entah itu dari dosennya, pengawasnya, maupun pesertanya. Pada dasarnya, kita harus menguatkan iman yang kita miliki supaya kita tidak terjerumus ke dalam limbah kenistaan serta kita perlu banyak-banyak berdoa dibarengi dengan berusaha maksimal dengan harapkan supaya kita diberikan kemudahan/jalan di setiap cobaan yang kita hadapi.

Jadikan sabar dan sholat sebagai penolong

Allah berfirman, “Hai orang-orang yan beriman!Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 153)
yang dimaksudkan disini, insyaAllah, adalah jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong untuk mendapatkan ridha Allah dan perlu diketahui bahwa keduanya (sabar dan shalat) adalah wujud ketaatan kepada Allah.
ketika kita dihadapkan pada persoalan yang amat rumit dan kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya tetapi kita tetap tidak bisa menyelesaikannya, itu bukan berarti bahwa tidak ada cara untuk menyelesaikannya. yakinlah bahwa Allah akan membantu kita dalam setiap masalah yang kita hadapi. dan perlu diingat bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya(Q.S. Al-Baqarah : 286). semua yang Allah bebankan kepada kita pasti sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. maka dari itu, kita tidak perlu khawatir jika kita menghadapi suatu masalah, insyaAllah itu semua sudah sesuai dengan kapasitas yang kita miliki.

Agustus 23, 2008

Lubang Resapan Biopori (LRB): Lubang Kecil Pencegah Banjir

Banjir merupakan bencana alam berupa luapan air yang menggenangi suatu wilayah dalam jumlah yang cukup besar. Ini biasanya terjadi karena sistem drainase makro (drainase alam) sudah tidak mampu untuk menyerap air dalam jumlah besar. Sistem drainase mikro (drainase buatan) juga tidak mampu untuk menampung dan mengalirkan air permukaan. Beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya banjir antara lain pendangkalan sungai, rusaknya saluran-saluran drainase, tidak adanya daerah resapan air, tidak adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sebenarnya, faktor penyebab banjir yang paling utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, di samping faktor-faktor alam penyebab banjir misalnya, curah hujan, jenis tanah. Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan menyebabkan tersumbatnya saluran drainase sehingga ketika hujan turun saluran drainase tidak mampu menampung dan mengalirkan air hujan. Pengembangan infrastruktur wilayah hasil buah pikiran manusia juga menjadi salah satu penyebab banjir. Pembangunan yang dilakukan tidak menggunakan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang baik dan benar tetapi hanya sebagai formalitas, cermin penduduk Indonesia.
Bencana alam seperti banjir bukan berarti tidak punya solusi. Setiap permasalahan yang ada pasti ada solusinya. Banyak alternatif yang bisa digunakan untuk menanggulangi / mencegah banjir. Salah satu alternatif pencegahan banjir adalah Lubang Resapan Biopori (LRB), di samping alternatif-alternatif lainnya.
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah teknologi tepat guna yang digunakan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air ke tanah. Teknologi ini sangat sederhana dan ramah lingkungan. LRB terbuat dari tanah yang dilubangi menggunakan bor Lakonserva, berdiameter 10 – 30 cm dan panjangnya kurang lebih 80 – 100 cm. Lubang tersebut di beri sampah organik yang nantinya akan berubah menjadi kompos dengan memanfaatkan aktifitas fauna tanah dan akar tanaman. LRB ini juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metan.
LRB akan menambah luas bidang resapan air, setidaknya ukurannya sebesar luas dinding lubang. Lubang Resapan yang berdiameter 10 cm dan panjangnya 80 cm memiliki luas bidang resapan 2590,5 cm2. Dengan kata lain, suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran yang berdiameter 10 cm memiliki luas bidang resapan 78,5 cm2. Namun, setelah dibuat Lubang Resapan dengan kedalaman 80 cm, luas bidang resapannya berubah menjadi 2590,5 cm2 atau hampir ¼ m2. Adanya aktivitas fauna tanah dan akar tanaman menjadikan terbentuknya biopori yang selalu terpelihara. Oleh sebab itu, bidang resapan ini ada senantiasa terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian, kombinasi antara luas bidang resapan dan biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air.
Langkah-langkah untuk membuat LRB tergolong mudah. Kita cukup dengan mengebor tanah searah jarum jam menggunakan alat bor. Dalam pengeboran perlu ditambahkan air supaya tanah menjadi lebih gembur dan mengebornya lebih mudah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak membuat LRB karena pembuatannya mudah. Selain itu, LRB juga bisa diterapkan dimana saja. Lahan yang sudah ditutup dengan perkerasan jalan pun bisa dibuat LRB, apalagi lahan yang masih terbuka.
LRB merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Ini dibuat dari tanah dengan cara dibor. Tidak ada satu pun bahan kimia / bahan berbahaya yang digunakan untuk membuat Lubang ini. Lagipula, lubang ini berfungsi untuk merubah sampah organik menjadi kompos sehingga dapat mengurangi jumlah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Alat untuk membuat LRB, bor Lakonserva, juga tidak terlalu mahal hanya Rp 175.000,- dan bisa digunakan berkali-kali. Jika dihitung-hitung, fungsi LRB jauh melebihi harga yang harus dikeluarkan untuk membeli alat bornya.
Lubang Resapan Biopori merupakan salah satu alternatif pencegahan banjir. LRB berfungsi meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Semakin banyak LRB yang dibuat maka semakin banyak pula air yang bisa diserap ke dalam tanah. Semakin banyak air yang diserap oleh tanah akan semakin mengurangi aliran air permukaan sehingga akan mencegah terjadinya banjir. Air yang diserap bisa menambah cadangan air tanah sehingga nantinya bisa mencegah terjadinya krisis ketersediaan air di musim kemarau. Pembuatan LRB dalam jumlah besar berarti mengurangi sampah organik dalam jumlah besar pula. Hal itu akan mengurangi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, juga akan mengurangi beban sungai dalam menampung sampah. Berkurangnya jumlah sampah di sungai juga akan mencegah terjadinya banjir karena tempat yang awalnya terisi oleh sampah akan digantikan oleh air permukaan.